Hobiku adalah menulis dan rasanya sudah menjadi kebiasaanku sehari-hari, waktu dan hari kuhabiskan untuk duduk di depan laptop, bahkan hobiku ini sering membuatku lupa makan bahkan pernah satu waktu aku lupa makan seharian dikarenakan hobiku adalah menulis.
Ada satu kejadian yang menurutku ini bukan kejadian yang aneh, kalo boleh aku mengatakan ini adalah kejadian yang sudah biasa tapi walaupun itu biasa, ternyata mampu menyita segala daya fikir yang ada.
Singkat cerita pada hari itu ku sengaja duduk di depan meja belajar dengan sebuah laptop yang sengaja terkoneksi ke internet, karena pada hari itu aku membuat blog pribadi untuk men-share semua hasil tulisanku, sengaja ku publish ke dunia maya untuk berbagi dengan orang-orang yang memiliki perasaan yang sama denganku.
Saat blog itu telah selesai di share dan di publish, maka pada saat yang sama ku publish juga di media sosial facebook untuk ku promosikan ke teman-teman yang nge "add" atau di "add".
Pada saat ku share difacebook aku menulis "kata-kata tidak lebih hanyalah sebuah bentuk, jangan perhatikan kata-katanya tapi perhatikanlah apa yang ingin disampaikan dari kata-kata tersebut", dan tentu saja lengkap dengan link-nya (ariridwanalhakim.blogspot.com "AKU DAN SEMUA CATATANKU").
Tak berselang berapa menit kemudian, ya sekitar dua menit tepatnya, ada pemberitahuan di dinding facebook-ku yaitu “komentar” dari beberapa teman yang online, tepatnya ada dua komentar ini dan itu. Ternyata komentar tersebut salah satunya datang dari orang yang sudah ku kenal sejak lama, lama sekali, sebut saja dia kekasihku.
“Yup” itulah komentar pertamanya selama aku punya account facebook, disaat yang sama langsung pula ku hapus komentar itu, tak berniat apa-apa, apalagi memilki tendensi negative karena aku telah terbiasa menghapus komentar-komentar yang ada walaupun itu komentar dari kawan facebook-ku yang tak ada kaitannya dengan perselingkuhan atau hati yang lain, ini dikarenakan kekasihku itu sering cemburu buta, marah-marah tak jelas, maka untuk menghindari penyakit cemburu butanya yang tak jelas itu kambuh lagi, sengaja ku hapus komentar yang ada. Ya mungkin aku salah telah menghapus komentarnya (kekasihku) tapi sekali lagi aku ingin mengatakan tak ada maksud apa-apa karena ku telah terbiasa menghapus komentar yang ada.
Tak lama berselang terdengar ringtone incoming call, o.. ternyata hanphone ku berbunyi ada panggilan masuk dari orang yang aku delete komentarnya. Mungkin dikarenakan tendensi yang trus saja negative terhadapku, tentu saja dia marah.
“Kenapa di delete ?… kenapa di delete…?” tanya dia dengan geramnya.
“Nggak, nggak ada apa-apa ko udah biasa aku menghapus komentar-komentar di facebook” jawabku dengan santai dan wajah tanpa dosa.
“Ah kenapa di delete ?” dia bertanya lagi, lagi dan lagi padaku.
Tentu saja aku menjawab dengan jawaban yang sama seperti tadi, akhirnya kemarahannya-pun memuncak dengan mengatakan ini-itu dengan intonasi nada yang tinggi dan tutur kata yang jauh dari etika, tak enak “rawing ceuli” di dengar, kalo boleh aku sedikit improve, laksana wanita yang bertanduk dan bertaring dengan rona wajah memerah, saking marahnya dia terhadapku.
Kemarahannya tak hanya berhenti disitu, masih saja mulutnya mengeluarkan “bisa” kata-kata yang membuat kesabaranku mulai runtuh, tapi ku tetap berusaha tak tersulut emosi. Ya dia sering marah padaku, sering sekali. Bukan hanya sekedar facebook tp masih banyak masalah-masalah lain yang lebih parah, itu merupakan akibat dari pola fikirnya yang selalu negative terhadapku.
Setiap kali dia marah, ucapannya tak terkontrol membahas ini dan itu, ketika dia marah ada satu pemahaman yang aku dapat bahwasanya aku dapat melihat sisi atau sifat yang sebenarnya.
Setiap kali dia marah, aku sering mengalah , mengalah lagi, dan terus mengalah; ku mengalah dengan cara diam hanya untuk sekedar meredam emosi dan konflik berkepanjangan yang pada akhirnya masalah itu semakin besar dan lebih besar, tentu saja aku tidak mau masalah ini menjadi lebih besar karena itu menghabiskn energy dan menguras daya fikir-ku, makanya aku mengalah lagi, lagi dan lagi.
“klo ada masalah jangan mengalah dan diam terus donk !!! jangan jadi orang pengecut yang hanya bisa lari dari masalah, ngomong dong, ngomong.. jangan diam terus !!!” ucapnya padaku dengan geram intonasi nada yang sangat tinggi.
Masih saja ku tetap konsisten tak mau ikut terjerumus ke jurang kemarahan temperamental itu, menurutku, ketika ada api atau bara api disiram dengan bensin atau minyak tanah maka akan menimbulkan api menjadi semakin besar dan bahkan bisa membakar gedung pencakar langit sekalipun, singkatnya adalah ku tak mau berpartisipasi dalam ruang kemarahannya.
Aku tahu bahwa doktrin agama mengajarkan tentang kesabaran, beberapa diantaranya adalah kesabaran dalam menghadapi ujian/cobaan dan mengendalikan amarah temperamental, bahkan menurut Ustadz Aam Amirudin yang dikutip dari hadits Rosulullah saw “orang hebat itu adalah orang yang mampu mengendalikan amarah ketika marah” , masih menurut Ustadz Aam Amirudin bahwasanya di dalam kitab suci Alquran lebih banyak ayat-ayat yang berbicara tentang sabar dari pada syukur, sabar tendensinya lebih ke hal-hal yang tak mengenakan, sementara sukur konotasinya lebih ke hal yang menyenangkan. Bahkan pendapat lain mengatakan sbar itu sebagian adari pada keimanan.
Kalo boleh aku mengatakan, Tak pernah ada deadline dengan “sabar”, Sabar merupakan jalan tuhan yg terkadang dengan sabar mampu merobek ruang hati, sebagai orang yang tak selevel dgn nabi, alangkah tak mampu hati ini untuk melangkah dan meraih sabar yg telah disuratkan tuhan. Astagpirullah..
Singkat cerita, akhirnya api amarahku mulai tersulut pada akhirnya masalah yang lebih besarpun terjadi, sungguh ku tak pernah menginginkan hal ini terjadi, meruntuhkan “konsistensi mengalah” yang aku lakukan selama ini, tapi di saat yang sama aku juga sering memaafkan dia.
Sering, sering dan sering sekali dia berbuat begitu terhadapku tak jelas apa yang membuat dia marah, sampailah aku pada kejenuhan tingkat tinggi dan bosan dengan segala aturannya, tak boleh ini dan itu, ku tak sanggup lagi dengan semua ini. Masa bodoh yang jelas ku jenuh dengan smua ini, dengan semua sikafmu, sikaf posesive-mu.
Diakhir tulisan ini ku ingin mengatakan, pahamilah semua apa yang ku lakukan padamu (mengalah), itu adalah bahasa qalbu untuk memberikan sedikit pencerahan dan sedikit contoh padamu supaya kamu sadar akan semua tindakan posesive dan pola fikir tendensiusmu yang jelek itu dan bersikaflah yang terbaik kepadaku.
Kini aku tak sanggup lagi meretas jalan kehidupan bersamamu, aku jenuh. Sekarang, berbuatlah sesuka hatimu tp jangan denganku karena aku tidak mau menukarkan sebentuk hati yang sehat dengan sebentuk hati yang sakit.
Singkat cerita pada hari itu ku sengaja duduk di depan meja belajar dengan sebuah laptop yang sengaja terkoneksi ke internet, karena pada hari itu aku membuat blog pribadi untuk men-share semua hasil tulisanku, sengaja ku publish ke dunia maya untuk berbagi dengan orang-orang yang memiliki perasaan yang sama denganku.
Saat blog itu telah selesai di share dan di publish, maka pada saat yang sama ku publish juga di media sosial facebook untuk ku promosikan ke teman-teman yang nge "add" atau di "add".
Pada saat ku share difacebook aku menulis "kata-kata tidak lebih hanyalah sebuah bentuk, jangan perhatikan kata-katanya tapi perhatikanlah apa yang ingin disampaikan dari kata-kata tersebut", dan tentu saja lengkap dengan link-nya (ariridwanalhakim.blogspot.com "AKU DAN SEMUA CATATANKU").
Tak berselang berapa menit kemudian, ya sekitar dua menit tepatnya, ada pemberitahuan di dinding facebook-ku yaitu “komentar” dari beberapa teman yang online, tepatnya ada dua komentar ini dan itu. Ternyata komentar tersebut salah satunya datang dari orang yang sudah ku kenal sejak lama, lama sekali, sebut saja dia kekasihku.
“Yup” itulah komentar pertamanya selama aku punya account facebook, disaat yang sama langsung pula ku hapus komentar itu, tak berniat apa-apa, apalagi memilki tendensi negative karena aku telah terbiasa menghapus komentar-komentar yang ada walaupun itu komentar dari kawan facebook-ku yang tak ada kaitannya dengan perselingkuhan atau hati yang lain, ini dikarenakan kekasihku itu sering cemburu buta, marah-marah tak jelas, maka untuk menghindari penyakit cemburu butanya yang tak jelas itu kambuh lagi, sengaja ku hapus komentar yang ada. Ya mungkin aku salah telah menghapus komentarnya (kekasihku) tapi sekali lagi aku ingin mengatakan tak ada maksud apa-apa karena ku telah terbiasa menghapus komentar yang ada.
Tak lama berselang terdengar ringtone incoming call, o.. ternyata hanphone ku berbunyi ada panggilan masuk dari orang yang aku delete komentarnya. Mungkin dikarenakan tendensi yang trus saja negative terhadapku, tentu saja dia marah.
“Kenapa di delete ?… kenapa di delete…?” tanya dia dengan geramnya.
“Nggak, nggak ada apa-apa ko udah biasa aku menghapus komentar-komentar di facebook” jawabku dengan santai dan wajah tanpa dosa.
“Ah kenapa di delete ?” dia bertanya lagi, lagi dan lagi padaku.
Tentu saja aku menjawab dengan jawaban yang sama seperti tadi, akhirnya kemarahannya-pun memuncak dengan mengatakan ini-itu dengan intonasi nada yang tinggi dan tutur kata yang jauh dari etika, tak enak “rawing ceuli” di dengar, kalo boleh aku sedikit improve, laksana wanita yang bertanduk dan bertaring dengan rona wajah memerah, saking marahnya dia terhadapku.
Kemarahannya tak hanya berhenti disitu, masih saja mulutnya mengeluarkan “bisa” kata-kata yang membuat kesabaranku mulai runtuh, tapi ku tetap berusaha tak tersulut emosi. Ya dia sering marah padaku, sering sekali. Bukan hanya sekedar facebook tp masih banyak masalah-masalah lain yang lebih parah, itu merupakan akibat dari pola fikirnya yang selalu negative terhadapku.
Setiap kali dia marah, ucapannya tak terkontrol membahas ini dan itu, ketika dia marah ada satu pemahaman yang aku dapat bahwasanya aku dapat melihat sisi atau sifat yang sebenarnya.
Setiap kali dia marah, aku sering mengalah , mengalah lagi, dan terus mengalah; ku mengalah dengan cara diam hanya untuk sekedar meredam emosi dan konflik berkepanjangan yang pada akhirnya masalah itu semakin besar dan lebih besar, tentu saja aku tidak mau masalah ini menjadi lebih besar karena itu menghabiskn energy dan menguras daya fikir-ku, makanya aku mengalah lagi, lagi dan lagi.
“klo ada masalah jangan mengalah dan diam terus donk !!! jangan jadi orang pengecut yang hanya bisa lari dari masalah, ngomong dong, ngomong.. jangan diam terus !!!” ucapnya padaku dengan geram intonasi nada yang sangat tinggi.
Masih saja ku tetap konsisten tak mau ikut terjerumus ke jurang kemarahan temperamental itu, menurutku, ketika ada api atau bara api disiram dengan bensin atau minyak tanah maka akan menimbulkan api menjadi semakin besar dan bahkan bisa membakar gedung pencakar langit sekalipun, singkatnya adalah ku tak mau berpartisipasi dalam ruang kemarahannya.
Aku tahu bahwa doktrin agama mengajarkan tentang kesabaran, beberapa diantaranya adalah kesabaran dalam menghadapi ujian/cobaan dan mengendalikan amarah temperamental, bahkan menurut Ustadz Aam Amirudin yang dikutip dari hadits Rosulullah saw “orang hebat itu adalah orang yang mampu mengendalikan amarah ketika marah” , masih menurut Ustadz Aam Amirudin bahwasanya di dalam kitab suci Alquran lebih banyak ayat-ayat yang berbicara tentang sabar dari pada syukur, sabar tendensinya lebih ke hal-hal yang tak mengenakan, sementara sukur konotasinya lebih ke hal yang menyenangkan. Bahkan pendapat lain mengatakan sbar itu sebagian adari pada keimanan.
Kalo boleh aku mengatakan, Tak pernah ada deadline dengan “sabar”, Sabar merupakan jalan tuhan yg terkadang dengan sabar mampu merobek ruang hati, sebagai orang yang tak selevel dgn nabi, alangkah tak mampu hati ini untuk melangkah dan meraih sabar yg telah disuratkan tuhan. Astagpirullah..
Singkat cerita, akhirnya api amarahku mulai tersulut pada akhirnya masalah yang lebih besarpun terjadi, sungguh ku tak pernah menginginkan hal ini terjadi, meruntuhkan “konsistensi mengalah” yang aku lakukan selama ini, tapi di saat yang sama aku juga sering memaafkan dia.
Sering, sering dan sering sekali dia berbuat begitu terhadapku tak jelas apa yang membuat dia marah, sampailah aku pada kejenuhan tingkat tinggi dan bosan dengan segala aturannya, tak boleh ini dan itu, ku tak sanggup lagi dengan semua ini. Masa bodoh yang jelas ku jenuh dengan smua ini, dengan semua sikafmu, sikaf posesive-mu.
Diakhir tulisan ini ku ingin mengatakan, pahamilah semua apa yang ku lakukan padamu (mengalah), itu adalah bahasa qalbu untuk memberikan sedikit pencerahan dan sedikit contoh padamu supaya kamu sadar akan semua tindakan posesive dan pola fikir tendensiusmu yang jelek itu dan bersikaflah yang terbaik kepadaku.
Kini aku tak sanggup lagi meretas jalan kehidupan bersamamu, aku jenuh. Sekarang, berbuatlah sesuka hatimu tp jangan denganku karena aku tidak mau menukarkan sebentuk hati yang sehat dengan sebentuk hati yang sakit.