Tempat Berbagi Cerita, Humor, Ilmu Pengetahuan Dan File

GAMBAR, PROFILE, MENU DROP DOWN

Sabtu, 09 Maret 2013

NOVEL 2: KETIKA PENANTIAN CINTA BERKALAM DOA (Penyejuk Jiwa Peneduh Qalbu)



BAG. 1. CAKRAWALA SEPERTIGA MALAM DI LANGIT BOGOR

Malam telah berganti pagi, tanpa terasa waktu begitu cepatnya berlalu, merupakan pertanda kenikmatan menjalani kehidupan didunia yang memancarkan pesona sebagai bagian kebesaran dan kekuasaan yang tak terlewatkan dari sang Khaliq. Kali ini fajar mulai membuka hari dengan perlahan seolah tertunduk malu dihadapan sang Khaliq yang maha baik. Suara lengkingan kokok ayam ikut meramaikan suasana pagi untuk membangunkan orang-orang yang masih tertidur lelap sebagai isyarat bahwa fajar pagi telah mulai menyapa hari. Tak lama berselang mentari pagi telah menampakan sinarnya, pesona sinarnya yang cerah menguning keatap genteng rumah yang jauh disana terlihat seolah sedang menyepuh atap rumah menjadi kilauan yang enak dipandang mata, sinarnya memantulkan cahaya kemilau keemasan. Suasana pagi hari yang terbaur cahaya kemilau memberi pesona ketenangan dan kedamaian ditambah pemandangan hijau yang merata diatas pesawahan yang tepat didepan matanya senantiasa merelaksasikan fikiran untuk menjalani hari baru dan langkah baru pula.

Jauh dari halaman rumahnya, ia melihat anak-anak kecil yang berwajah riang gembira tanpa beban tersirat sedikitpun diwajah mereka, mereka sedang asik berlari kesana-kemari menikmati masa kecil yang penuh rona warna, tak ada kesedihan diwajah lucunya itu, yang ada hanyalah gelak tawa bahagia penuh ceria, masa kecil yang akan terkenang saat mereka beranjak dewasa nanti. Suatu hal yang tak terlewatkan, ia-pun mengalami keceriaan yang sama saat kecil dulu, terlihat ia sejenak kembali ke kamarnya untuk mengambil album photo yang sudah usang dan berdebu sebelum dia kembali duduk diteras depan rumahnya, tangannya mulai membuka album photo yang ada dipangkuannya, ia memandangi dengan mata dan fikiran yang tajam. Sejenak fikirannya melayang pada masa kecil yang menyenangkan itu, teringat ketika itu dia menggengam dan mencium tangan umi dan abinya ketika hendak berangkat ke sekolah dasar yang tak jauh dari rumahnya, ia merasakan tangan tanpa noda, penuh keikhlasan dan kasih sayang suci.
Ia termenung dalam kesendirian diteras rumah yang kecil dan tidak mewah itu, dia mentafakuri semua cerita orang tentang riwayatnya, kata mereka, dirinya dilahirkan pada hari senin menjelang subuh. Terdengar suara tangis, tangis yang disaksikan langsung oleh mereka yang ada pada saat itu, Ya itulah dia dan tangisan pertamanya saat terlahir didunia ini. Menurut riwayat orang, kedua orang tuanya selalu melantun kata-kata pujian indah dari bibirnya, tak pernah ada rasa letih dan derita ketika dirinya menangis nakal, mereka senantiasa memeluk dengan tangan halus dan suci serta penuh kasih, jiwa raga dan seluruh hidupnya telah diberikan terhadapnya. Tak terasa terurai sudah air matanya, teringat cerita orang yang meriwayatkan tentang dirinya. 
Ia hening menyendiri dalam kebisuannya, matanya melihat kearah pandangan yang lebih jauh, rupanya ia sedang menatap kosong, fikirannya telah dipenuhi oleh angan atau harapan untuk kedua orang tuanya, ia memiliki determinasi atau tekad yang kuat untuk terus memacu gerak ikhtiar dengan niat yang lurus supaya menjadi orang yang Khoirun An-Nas Anfauhum Linnasi, terlebih untuk kedua orang tuanya. Ia telah larut dalam sebuah cita-cita dan doa sebagai cahaya penerang untuk menguatkan tekadnya itu. ia yakin bahwa semuanya akan tercapai walaupun itu membutuh perjuangan dan doa yang maksimal. Baginya doa adalah lagu hati yang membimbing kearah singgasana Allah Swt,  Keyakinannya itu telah mengakar kuat dan kokoh dijiwanya, ““Jika engkau tidak bisa memberi yang terbaik, jangan pula menambah atau memberi luka dan kesedihannya, Rabbi berilah hambamu ini jalan penerang untuk meraih berkah-Mu Ya Rabb”. Ucapnya lirih.
Dia teringat pada dua hari sebelum pulang ke Bogor, saat di kelas, dosen mata kuliah Ulumul Quran menjelaskan dua firman Allah yang artinya “Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka[1]. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”[2].
Ya dia adalah Yusuf, lengkapnya adalah Yusuf Alfarishi, dia adalah seorang pemuda dari kalangan orang yang sederhana yang memiliki cita-cita untuk bisa meraih pendidikan tinggi, tapi orang tuanya tak memiliki cukup biaya untuk menyekolahkan dan meraih cita-citanya menjadi seorang dokter yang notabene biayanya mahal. Berbekal kemampuan nilai akademiknya saat menempuh ujian nasional saat dibangku Madrasah Aliyah, akhirnya Allah Swt memberikan jalan melalui bea siswa yang diberikan oleh kampus yang dia tuju, sehingga memuluskan jalannya untuk menjadi seorang mahasiswa, fasilitas bea siswa yang diberikan kampus-pun bukan jurusan kedokteran tapi jurusan psikologi. Tapi Yusuf bersyukur, tak hentinya ia melapadzkan tahmid “Alhamdulilah” karena ia mendapati doanya terkabul.
Yusuf saat ini tercatat sebagai mahasiswa semester satu disalah satu kampus negeri yang cukup familiar di Bandung, tepatnya terletak di jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung . Kali ini Yusuf sedang berada di Bogor, untuk melepaskan kangen terhadap kedua adiknya dan terlebih pada kedua orang tuanya, terutama ayahnya yang saat ini sering sakit-sakitan. Bahkan salutnya, disaat penyakit menerpa ayahnya tapi ayahnya tak pernah miskin akan doanya untuk Yusuf, banyak doa dan harapan yang terlihat dari raut wajah mereka (ibu-bapak)terhadapnya, tatapan matanya telah menyiratkan arti sebuah harapan untuk kebaikan, gerak langkahnya memberikan sebuah arti dan pemahaman sekaligus pencerahan pada Yusuf bahwa “hidup itu tak mudah, tak semudah membalikan telapak tangan, hidup harus diperjuangkan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran serta berdoa memohon pada Allah Swt”. Sosok orang tuanya menjadi panutan dan inspirasi yang menjadikan Yusuf pemuda mandiri dan pekerja keras.



[1] Q.S. Maryam (19:14)
[2] Q.s Lukman (31:14)


BAGI SAHABAT PEMBACA NOVEL, UNTUK SELENGKAPNYA SILAHKAN KUNJUNGI DAN BELI DI TOKO BUKU TERDEKAT, DIJAMIN CERITANYA SERU, MUDAH DIPAHAMI, DAN COCOK UNTUK HADIAH BUKU UNTUK PASANGAN ATAU JUGA HADIAH ULANG TAHUN PERNIKAHAN (Judul "KETIKA PENANTIAN CINTA BERKALAM DOA (Ridwan Nuloh Hakim, SHI)")