BAG. 1. CAKRAWALA SEPERTIGA MALAM DI LANGIT BOGOR
Malam telah berganti pagi, tanpa terasa waktu begitu cepatnya berlalu,
merupakan pertanda kenikmatan menjalani kehidupan didunia yang memancarkan
pesona sebagai bagian kebesaran dan kekuasaan yang tak terlewatkan dari sang
Khaliq. Kali ini fajar mulai membuka hari dengan perlahan seolah tertunduk malu
dihadapan sang Khaliq yang maha baik. Suara lengkingan kokok ayam ikut
meramaikan suasana pagi untuk membangunkan orang-orang yang masih tertidur
lelap sebagai isyarat bahwa fajar pagi telah mulai menyapa hari. Tak lama
berselang mentari pagi telah menampakan sinarnya, pesona sinarnya yang cerah
menguning keatap genteng rumah yang jauh disana terlihat seolah sedang menyepuh
atap rumah menjadi kilauan yang enak dipandang mata, sinarnya memantulkan
cahaya kemilau keemasan. Suasana pagi hari yang terbaur cahaya kemilau memberi
pesona ketenangan dan kedamaian ditambah pemandangan hijau yang merata diatas
pesawahan yang tepat didepan matanya senantiasa merelaksasikan fikiran untuk menjalani hari baru dan langkah baru pula.
Jauh dari halaman rumahnya, ia melihat anak-anak kecil yang berwajah
riang gembira tanpa beban tersirat sedikitpun diwajah mereka, mereka sedang
asik berlari kesana-kemari menikmati masa kecil yang penuh rona warna, tak ada
kesedihan diwajah lucunya itu, yang ada hanyalah gelak tawa bahagia penuh
ceria, masa kecil yang akan terkenang saat mereka beranjak dewasa nanti. Suatu
hal yang tak terlewatkan, ia-pun mengalami keceriaan yang sama saat kecil dulu,
terlihat ia sejenak kembali ke kamarnya untuk mengambil album photo yang sudah
usang dan berdebu sebelum dia kembali duduk diteras depan rumahnya, tangannya
mulai membuka album photo yang ada dipangkuannya, ia memandangi dengan mata dan fikiran
yang tajam. Sejenak fikirannya melayang pada masa kecil yang menyenangkan itu,
teringat ketika itu dia menggengam dan mencium tangan umi dan abinya ketika
hendak berangkat ke sekolah dasar yang tak jauh dari rumahnya, ia merasakan
tangan tanpa noda, penuh keikhlasan dan kasih sayang suci.
Ia termenung dalam kesendirian diteras
rumah yang kecil dan tidak mewah itu, dia mentafakuri
semua cerita orang tentang riwayatnya, kata mereka, dirinya dilahirkan pada
hari senin menjelang subuh. Terdengar suara tangis, tangis yang disaksikan
langsung oleh mereka yang ada pada saat itu, Ya itulah dia dan tangisan
pertamanya saat terlahir didunia ini. Menurut riwayat orang, kedua orang tuanya
selalu melantun kata-kata pujian indah dari bibirnya, tak pernah ada rasa letih
dan derita ketika dirinya menangis nakal, mereka senantiasa memeluk dengan
tangan halus dan suci serta penuh kasih, jiwa raga dan seluruh hidupnya telah
diberikan terhadapnya. Tak terasa terurai sudah air matanya, teringat cerita
orang yang meriwayatkan tentang dirinya.
Ia hening menyendiri dalam kebisuannya, matanya melihat kearah
pandangan yang lebih jauh, rupanya ia sedang menatap kosong, fikirannya telah
dipenuhi oleh angan atau harapan untuk kedua orang tuanya, ia memiliki
determinasi atau tekad yang kuat untuk terus memacu gerak ikhtiar dengan niat
yang lurus supaya menjadi orang yang Khoirun
An-Nas Anfauhum Linnasi, terlebih untuk kedua orang tuanya. Ia telah larut
dalam sebuah cita-cita dan doa sebagai cahaya penerang untuk menguatkan
tekadnya itu. ia yakin bahwa semuanya akan tercapai walaupun itu membutuh
perjuangan dan doa yang maksimal. Baginya doa adalah lagu hati yang membimbing
kearah singgasana Allah Swt,
Keyakinannya itu telah mengakar kuat dan kokoh dijiwanya, ““Jika
engkau tidak bisa memberi yang terbaik, jangan pula menambah atau memberi luka
dan kesedihannya, Rabbi berilah hambamu ini jalan penerang untuk
meraih berkah-Mu Ya Rabb”. Ucapnya lirih.
Dia teringat pada dua hari sebelum pulang
ke Bogor, saat di kelas, dosen mata kuliah Ulumul
Quran menjelaskan dua firman Allah yang artinya “Dan
seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang
sombong lagi durhaka[1]. Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu”[2].
Ya dia adalah Yusuf, lengkapnya adalah
Yusuf Alfarishi, dia adalah seorang pemuda dari kalangan orang yang sederhana
yang memiliki cita-cita untuk bisa meraih pendidikan tinggi, tapi orang tuanya
tak memiliki cukup biaya untuk menyekolahkan dan meraih cita-citanya menjadi
seorang dokter yang notabene biayanya mahal. Berbekal kemampuan nilai
akademiknya saat menempuh ujian nasional saat dibangku Madrasah Aliyah,
akhirnya Allah Swt memberikan jalan melalui bea siswa yang diberikan oleh
kampus yang dia tuju, sehingga memuluskan jalannya untuk menjadi seorang
mahasiswa, fasilitas bea siswa yang diberikan kampus-pun bukan jurusan
kedokteran tapi jurusan psikologi. Tapi Yusuf bersyukur, tak hentinya ia
melapadzkan tahmid “Alhamdulilah” karena ia mendapati doanya terkabul.
Yusuf saat ini tercatat sebagai mahasiswa
semester satu disalah satu kampus negeri yang cukup familiar di
Bandung, tepatnya terletak di jalan
Soekarno-Hatta, Kota Bandung . Kali ini Yusuf sedang berada di Bogor, untuk
melepaskan kangen terhadap kedua adiknya dan terlebih pada kedua orang tuanya,
terutama ayahnya yang saat ini sering sakit-sakitan. Bahkan salutnya, disaat
penyakit menerpa ayahnya tapi ayahnya tak pernah miskin akan doanya untuk Yusuf, banyak
doa dan harapan yang terlihat dari raut wajah mereka (ibu-bapak)terhadapnya,
tatapan matanya telah menyiratkan arti sebuah harapan untuk kebaikan, gerak
langkahnya memberikan sebuah arti dan pemahaman sekaligus pencerahan pada Yusuf
bahwa “hidup itu tak mudah, tak semudah membalikan telapak tangan, hidup harus
diperjuangkan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran serta berdoa memohon pada
Allah Swt”. Sosok orang tuanya
menjadi panutan dan inspirasi yang menjadikan Yusuf pemuda mandiri dan pekerja
keras.
BAGI SAHABAT PEMBACA NOVEL, UNTUK SELENGKAPNYA SILAHKAN KUNJUNGI DAN BELI DI TOKO BUKU TERDEKAT, DIJAMIN CERITANYA SERU, MUDAH DIPAHAMI, DAN COCOK UNTUK HADIAH BUKU UNTUK PASANGAN ATAU JUGA HADIAH ULANG TAHUN PERNIKAHAN (Judul "KETIKA PENANTIAN CINTA BERKALAM DOA (Ridwan Nuloh Hakim, SHI)")