Lihatlah
luka ini yang sakitnya abadi yang terbalut hangatnya bekas pelukmu
Aku
tak akan lupa, tak akan pernah bisa tentang apa yang harus memisahkan kita
Disaatku
tertatih tanpa kau disini, kau tetap ku nanti demi keyakinan ini
Jika
memang dirimulah tulang rusukku kau akan kembali pada tubuh ini
Ku
akan tua dan mati dalam pelukmu
Kita
telah lewati masa yang pernah mati
Bukan
hal baru bila kau tinggalkan aku
Tanpa
kita mencari jalan untuk kembali tabir cinta yang menuntunmu kembali padaku
(Last Child, seluruh nafas ini)
Masih teringat saat kau
tinggalkanku, tanpa waktu lama langsung membuatku terpuruk dalam ruang gelap
tanpa suara kehidupan, terdistorsi dari gemerlapnya cahaya disetiap sudut
metropolis. Fikiran tak sinkron lagi yang ada hanyalah hayalan yang tak
berkesudahan.
Mencoba ku menata kembali
kehidupan yang terdistorsi, karena tak selayaknya kuterus tenggelam dalam
samudra Nuh yang dalam dengan riak ombak yang menakutkan itu. Ku mencoba
menguatkan kembali jiwa yang rapuh, menyempurnakan kembali jalan fikiranku
lagi.
Sejenak ku ulang kembali ke
jalan fikiranku yang dulu, jalan fikiran ketika pertama kali mengikatkan tali
kasih untukmu; selayaknya menjadi yang terakhir dalam hidupku, aku tak akan
pernah lupa harapan itu.
Kini kita telah membatasi hati
untuk saling menikmati rindu dan mengucapkan kata sayang. Mungkin kini kau
telah merajut asa dengan yang lain,
seperti asa yang pernah ada dalam diri ini. Dalam kebisuanku, ku mencoba
melangkah dan membunuh sikaf pesimisku, dan menggantinya dengan sikap
optimistis, karena tak semestinya ku
menenggelamkan diri dalam ruang pesimistis.
Sesungguhnya tak ada yang tahu
alur cerita dan skenario kehidupan ini, tapi jikalau memang dirimulah tulang rusukku kau akan kembali pada tubuh ini, ku
akan tua dan mati dalam pelukmu. Untukmu seluruh nafas ini…