Risih aku menyaksikan realita hari ini, tirani masih menyelimuti mereka, entah karena “ketidaksadaran” mereka sehingga yang muncul kepermukaan adalah sosok-sosok diskriminatif, sungguh ironis dan bertolak belakang dari apa yang terlihat.
“ketidaksadaran” mereka telah menjauhkan sebentuk hati yang pada akhirnya mungkin akan berubah menjadi debu atau bahkan nantinya terhempas angin tak tersisa,tak berbekas. Asa terlarang dan dibuat untuk menghindar tapi ku tetap bertahan.
Biarlah mereka menghalangi tapi ku tetap akan bertahan walaupun batinku tersiksa karena ku sadar telah terlalu jauh ku melangkah, ku tak ingin langkahku kembali kebelakang karena itu akan membuat langkah ku ini menjadi sia-sia.
Biarlah mereka menghujamkan “sangkur” didadaku, mungkin aku akan mati tapi kematianku bersubstansi karena ku telah berusaha melangkah. Mungkin aku terpuruk; menangis dilorong gelap yang sesak hanya menyisakan sedikit pasokan udara sedangkan mereka tertawa, tapi ku yakin satu saat akan berbalik arah; dimana aku tertawa, sementara mereka menyesal dengan segala apa yang telah dilakukannya.