Disudut
kamar kumerebahkan kekakuan dan kebisuan yang ada supaya memberiku ruang ketenangan
dan kenyamanan, mencoba meninggikan ruang kebathinanku yang sedikit bermuram
dari biasanya. Kondisi ini sering ku alami akhir-akhir ini tapi ku tetap
berusaha meninggikan ruang hatiku supaya tidak ditenggelamkan dalam kondisi
yang tak baik ini.
Entahlah,
apa yang terjadi dengan hatiku, ku menelisik semua kejadian yang telah ku
lewati siang tadi, semua terasa menyenangkan tapi kesenangan itu terbuyarkan
oleh kondisi yang kental dengan sikap yang tak baik, ya sangat tak baik. Bahkan
akupun malas untuk mengingatnya lagi. Tapi apalah dayaku, semuanya terekam
jelas difikiranku. Sebenarnya ku ingin membersihkan dan membebaskan fikiran ini
dari kejadian tadi tapi tetap saja otak ini telah merekam semua yang terjadi
tadi.
Entahlah,
mungkin karena karakterku yang cenderung diam
atau “introvert” yang membuatku selalu kefikiran
atas apa yang terjadi, apalagi kejadian yang berkaitan erat dengan masalah
cinta dan pemenuhan perasaan.
Banyak
sekali orang yang mengatas-namakan cinta tapi jauh dari konteks cinta itu
sendiri, malah yang terjadi adalah temperamental yang realistis. Bahkan
mengumbar kata-kata beraroma perasaan tapi disisi yang lain tak berperasaan.
Entahlah, apakah kata-kata cinta itu datang dari ruang hati yang paling dalam
atau tidak, karena kenyataan yang terlihat kini adalah jauh dari kata bathin
yang sebenarnya.
Saat
ini, ku hanya bisa mengungkapkan melalui tulisan ini, karena dengan menulis
senantiasa memberiku kelapangan bathin walaupun itu hanya memberikan sedikit
kelapangan.
Aku ingin
marah, tapi marah pada siapa?!
Aku ingin
menceritakan tentang kisah yang tak baik ini, tapi ku harus menceritakan pada
siapa?!
Aku ingin
menangis, tapi rasanya tak layak ku menangisi hal yang seperti ini..!!!
Semuanya
terasa tak mudah bagiku untuk saat ini, yang kulakukan hanya diam, menulis dan
mencurahkan segala apa yang kurasakan. Semua orang mampu berkata, berkata untuk
menenangkan bathin orang lain yang tak mereka rasakan sendiri.
bahkan
orang yang ku maksud dalam tulisan ini (mawar) seolah bertanya, kenapa air yang mengalir itu terasa pahit?,
sementara dia sendiri yang telah meracuninya, artinya tiadalah akibat tanpa
sebab. Dia telah berbuat sebab untukku dan dia pula yang merasakan akibatnya.
Seandainya
dia sedikit saja berfikir penuh dengan kebijaksanaan, tentulah tak seperti ini
jadinya. Tak selayaknya dia berbicara penuh temperamental yang tak jelas
masalahnya.
Akhirnya,
ku mencoba meninggikan hatiku yang rapuh, mencoba menguatkan pondasi jiwa supaya
ku mampu berdiri tegak dalam kondisi ini.